Friday, June 17, 2016

Menuju 100% Target Air Bersih dan Sanitasi Sehat 2019



Akses air bersih merupakan hak asasi manusia dan
salah satu pilar penting pembangunan dan kehidupan yang berkelanjutan


Ketersediaan air bersih merupakan pendorong utama terhadap semua upaya peningkatan kesejahteraan sosial termasuk diantaranya pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Indonesia menduduki peringkta terburuk dalam pelayanan ketersediaan air bersih dan layak konsumsi se-Asia Tenggara  (LIPI,2012). Hingga saat ini baru sebesar 29% masyarakat Indoneisa yang dapat mengakses air bersih melalui perpipaan. Jumlah ini masih jauh dibawah target nasional tahun 2019, yaitu sebesar 60%.

Kampanye Atasi Kelangkaan Air (Sumber)

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun 2019 akses air bersih dan layak dikonsumsi mencapai 100%. Namun fakta yang ada, sekitar 100 juta penduduk Indonesia masih kesulitan dalam mengakses air bersih dan mempunyai sanitasi yang kurang baik. Akses air bersih yang aman untuk masyarakat pada tahun 2015 masih sebesar 68,8%. Jumlah tersebut terdiri dari air minum perpipaan sebesar 25% dan non perpipaan sebesar 43,8%.

Seiring berakhirnya periode MDGs pada 2015 lalu, terdapat sekitar 800 juta atau 1 dari 9 penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap air bersih. Tidak kurang dari 2,5 miliar atau 1 dari 3 penduduk bumi tidak memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak. Berdasarkan laporan dalam  Joint Monitoring Program (JMP) Air dan Sanitasi, Indonesia memang telah berhasil meningkatkan kualitas akses terhadap air bersih. Pipanisasi (pelayanan air bersih)meningkat dari 9% (tahun 1990) menjadi 20% (tahun 2015). Perbaikan akses selain pipanisasi juga meningkat dari 60% (tahun 1990) menjadi 65% (tahun 2015).

Dalam fasilitas sanitasi, meskipun pada tahun 2015 masih terdapat 20% yang melakukan buang air besar sembarangan namun jumlah ini menurun signifikan dari 40% pada tahun 1990. Tercatat terjadi peningkatan fasilitas sanitasi yang diperbaiki dari 35% (tahun 1990) menjadi 61% *tahun 2015). Namun perbaikan fasilitas tersebut, belum banyak berpengaruh terhadap kesenjangan akses pelayanan air bersih. Pada tahun 2015, sebanyak 84% dari 20% kelompok masyarakat menengah ke atas mempunyai akses terhadap air bersih. Sementara itu, hanya 48% dari 20% kelompok masyarakat miskin mempunyai akses air bersih. Sebanyak 45,15% rumah tangga miskin tidak punya akses air bersih (BPS, 2015). Kesenjangan akses ini cenderung melebar selama 5 tahun terakhir.

DEFISIT SUMBER AIR BERSIH

Sumber Air Bersih Makin Kritis (Sumber)

Pada tahun 2013, Indonesia adalah negara ketujuh yang memiliki cadangan terbesar air tawar terbarukan di dunia dengan volume mencapai 2,019 km kubik per tahun. Namun seiring dengan pertumbuhan penduduk, cadangan air tawar per kapita mengalami penurunan dari 9.228,3 meter kubik pada tahun 2002 menjadi 8.139,9 meter kubik pada tahun 2012. Jawa-Bali dan Nusa Tenggara diprediksi akan mengalami defisit sumber air bersih.  

Pulau Jawa merupakan pulau dengan nilai defisit air tertinggi sebesar -134,103 juta meter kubik per tahun. Cadangan air tawar di Pulau Jawa sebanyak 5% dari total cadangan air nasional dengan tingkat konsumsi mencapai 58% dari volume konsumsi air tawar secara nasional. Sementara itu, cadangan air tawar di Papua, Kalimantan, dan Sumatra secara kumulatif mencapai 88% dari total cadangan nasional dengan tingkat konsumsi hanya 22% dari total konsumsi nasional. Dari fakta yang ada, dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi yang tidak berimbang dengan jumlah cadangan air yang ada akibat tidak meratanya persebaran penduduk. Pulau Jawa dengan kapasitas penduduk yang sangat padat sehingga sumber air bersih mengalami defisit.

Permasalahan dalam hal akses air bersih juga terjadi dalam hal ketersediaan sumber air baku. Sekitar 75% dari 57 sungai besar di Indonesia sudah tercemar (75% sungai tercemar berat, 35% sungai tercemar sedang, dan 3% tercemar ringan). Diperkirakan 60% polutan berasal dari limbah rumah tangga dan sisanya adalah akibat dari aktivitas industri. Pencemaran sungai ini menjadi faktor pendorong turunnya presentase konsumsi ari dari sumber air permukaan. 

Pencemaran Sungai oleh Sampah dan Limbah Cair (Industri-Domestik) (Sumber)

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2014, pada periode 2004-2014, akses sanitasi dan air layak minum naik masing-masing 19,3% dan 22,93 persen. Setiap tahunnya akses sanitasi layak meningkat 2,29%, dan akses air minum meningkat rata-rata 1,93%. Di akhir tahun 2014, akses sanitasi layak nasional telah mencapai 61,06% dan akses air minum layak nasional mencapai 68,11%.

PERWUJUDAN 100 % AKSES AIR BERSIH DAN SANITASI SEHAT 2019

Untuk mewujudkan target akses universal air minum sebesar 100% pada tahun 2019, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan seluruh pemangku kepentingan, menganggarkan pembiayaan pembangunan air minum dan sanitasi sebesar tiga kali lipat dari total anggaran pada 2010-2014. Jumlah yang cukup besar ini diharapkan mampu memberikan peningkatan signifikan terhadap akses layanan baik air bersih maupun fasilitas sanitasi. Dari data statistik yang ada, peningkatan akses air minum dan sanitasi sebesar 2% per tahun, untuk mencapai target 100% maka diperlukan peningkatan minimal sebesar 6% pertahunnya.

Selain penambahan pembiayaan, perlu dilakukan evaluasi dari semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan Perusahaan Distrik Air Minum (PDAM) , untuk berkolaborasi dalam meningkatkan kualitas sanitasi masyarakat Indonesia. Menurut Direktur Pemukiman dan Perumahan Kementerian PPN/Bappenas, saat ini ada sekitar 420 PDAM di Indonesia namun hampir separuhnya masih dalam kondisi yang sakit. Salah satu faktor penyebabnya adalah belum mampu mendapatkan pendapatan yang memadai untuk menutup biaya operasional perusahaan. Selain itu, kebocoran distribusi juga membuat PDAM daerah merugi. Idealnya, kebocoran distribusi air bisa ditekan dibawah 20%.

Direktur Pemukiman dan Perumahan Kementerian PPN/Bappenas, Nugroho Tri Utomo, juga menyampaikan bahwa pada tahun 2025 akan ada 321 juta penduduk Indonesia yang kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Hal ini dikarenakan permintaan air bersih terus naik yaitu sebesar 1,33 kali. Jumlah ini berbanding terbalik dengan jumlah penduduk yang kekurangan air

Berdasarkan kondisi yang ada bahwa permintaan air bersih terus meningkat seiring dengan pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang progressif tiap tahun, banyak hal sederhana yang sebenarnya bisa dilakukan untuk meminimisasi penggunaan air. Mulai dari hal kecil untuk dampak yang besar.  Hal-hal sederhana yang dilakukan bisa mulai dari matikan kran ketika mencuci tangan dan menggosok gigi, beralih menggunakan pancuran mandi dan kran yang hemat air, beralih pada kloset penyiraman ganda untuk meminimisasi kebutuhan jumlah siraman pada kloset, serta bijaksana dalam mencuci pakaian. Lebih bijak dalam penggunaan air serta tanggap dengan kondisi yang ada dilapangan seperti laporkan kebocoran air, gunakan tangki septik agar tidak mencemari air permukaan, serta biasakan untuk mengurangi penggunaan botol plastik dan kertas karena dalam produksinya menggunakan banyak air bersih. Hal-hal kecil dan sederhana yang dilakukan secara konsisten setiap hari sangat membantu dalam perwujudan 100%  akses air bersih dan sanitasi sehat.


Sumber: www.beliyangbaik.org
Yuk ikut aktif mendukung dan mewujudkan target universal 100% air bersih dan sanitasi sehat 2019. Menuju kedaulatan air bersih sebagai pilar kemandirian rakyat Indonesia.

REFERENSI:
Rochmi, Muhammad Nur. 2016. Akses Air Bersih Masih Jauh dari Target.
www.beliyangbaik.org
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Artikel ini diikutsertakan dalam
Sayembara Blog Kependudukan 2016 BKKBN
 Semoga bermanfaat dan menginspirasi. Yuk ikutan juga!
Tulis Opinimu Mengenai Kondisi Kependudukan Indonesia.
Penulis: Lucky Caesar Direstiyani

No comments:

Post a Comment

COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES